• Post Title

    Category

    Lorem Ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry.Lorem Ipsum has been the industry's standard dummy text ever since the 1500s,when an unknown printer...

    Buton

  • PERBEDAAN CEWK CANTIK DAN JELEK
    Cewek cantik : lagi senyum nih&
    Cowok bilang : wuiih&senyumnya; manis banget kayak orangnya
    Cewek jelek : senyum dulu ah&
    Cowok bilang : duuh gawat, dah mulai gag waras nih orang


    Cewek cantik : hiks&hiks; (lagi nangis)
    Cowok bilang : wah bego banget tu cowok ampe nyakitin ni cewek
    Cewek jelek : huwaaaa&hiks;..hiks
    Cowok bilang : diaaam! berisik tau (smbil bawa pentungan)


    Cewek cantik : ah enggak ah aku maluu&
    Cowok bilang : iiiih&manis; banget, pipinya kayak tomat!
    Cewek jelek : malu ah
    Cowok bilang : buang ja tuh muka


    Cewek cantik : aaarrgggh&.(lagi marah)
    Cowok bilang : wah tambah cantik deh kalo marah
    Cewek jelek : hiiiih&marah; ni
    Cowok bilang : lariiiiiii,,,ada orang gila


    Cewek cantik : duh panas banget ya hari ini
    Cowok bilang : duh kasian, sini aku kipasin yaaaa
    Cewek jelek : wuih panas banget nih hari
    Cowok bilang : berendam ja sana di kubangan,,(kayak kebo)


    Cewek cantik : cium donk
    Cowok bilang : gak usah disuruh deh, pasti sigap
    Cewek jelek : cium donk
    Cowok bilang : cium tembok aja sono

    Cewek cantik : aku baru diputusin
    Cowok bilang : asyik, masih ada lowongan buat gue
    Cewek jelek : aku diputusin neh
    Cowok bilang : akhirnya & sadar juga tu cowok

    Cewek cantik : dandan ah
    Cowok bilang : wuah&persis; bidadari
    Cewek jelek : dandan juga deh
    Cowok bilang : awas ntar pecah ntu cermin


    Cewek cantik : duh gue dapet cowok jelek neh
    Cowok bilang : wah&tu; cowok pasti main pelet
    Cewek jelek : cowokku jelek nih
    Cowok bilang : sesama jenis mang harus mesra


    Cewek cantik : seksi gak baju gue?
    Cowok bilang : busyet&seksi; abis, jadi pengeen
    Cewek jelek : seksi kan?
    Cowok bilang : iya, kalo yang ngelihat orang buta


    Cewek cantik : makan di warteg yuk
    Cowok bilang : waah&benar;-benar gak sombong, mau ngajak ke warteg
    Cewek jelek : makan di warteg aja ya
    Cowok bilang : ya iyalah, secara habitatnya


    Cewek cantik : jalan kaki aja ya
    Cowok bilang : oke, aku anterin ya
    Cewek jelek : jalan kaki yuk
    Cowok bilang : eh siapa ya? (pura-pura amnesia mendadak&)


    Cewek cantik : gue gak bisa ngerjain soal ini
    Cowok bilang : mau soal yang mana? Pasti aku bantuin
    Cewek jelek : jawaban soal ini apa ya?
    Cowok bilang : gak tau dan gak usah tanya-tanya


    Cewek cantik : Grookkk! (tidur ngorok&)
    Cowok bilang : duh&kasian; pasti capek banget dia
    Cewek jelek : Grookkk! (tidur ngorok&)
    Cowok bilang : bunyi hewan apaan tuh?


    yang cantik= tertawa lah anda, sebelum tertawa itu di larang,
    yang jelek= sabar yaa,,dunia ini mang kejam&


    SUMBER :http://kaskus.co.id/thread/5090ae8a2775b4654a00007f/cewek-cantik-vs-cewek-jelek/

    Deru Putih Abu-abu
    Sahabat lebih dikenal sebagai teman sejati yang bisa saling memahami satu sama lain. Ketika mempunyai sahabat, seseoranh seolah-olah mendapatkan semangat baru yang membuatnya tabah dan sabar menjalani cobaan hidup. Sahabat bisa jadi tempat segudang nasehat, tempat canda dan tawa, bahkan sampai pelampiasan hatipun menjadi peranannya.
    Berderet bangunan dua lantai berwarna cokelat muda tersusun rapi dengan bermacam ruangan yang mempunyai peranan berbeda. Ia menjadi saksi bisu akan semua hal tersebut. Serempak suara tak berirama yang menghiasi sekelilingnya, menjadi cirri khas tersendiri baginya.
    Sebuah papan tulis putih dengan berbagai goresan menjadi pusat perhatianku. Berusaha kucerna semua ilmu yang tertuang lewat perantara tinta hitam. Sekilas, ada yang melintas di benakku. Tak pernah gagal mengalihkan perhatianku dari sang papan putih.
    Dialah sesosok gadis putih berseri dengan rambut hitam melambai. Setiap kali aku memandanginya, aku sadar bahwa ada seseorang yang lebih pantas untuknya. Dialah sahabatku.
    Seringkali kudengar si gadis menuangkan isi hatinya, namun tak jarang juga kudengar tangis dikarenakan jawaban pahit yang terlontar dari mulut sahabatku. Kadangkala aku merasa tak nyaman akan hal tersebut.
    Mentari tak memancarkan seratus persen sinarnya. Terhalang sekumpulan awan kelabu di langit. Kulewati pintu begitu saja sesaat bel tanda istirahat berbunyi. Aku berjalan, dengan kantin yang menjadi  tujuan. Berdampingan dengan sahabatku, Paul. Sosok tinggi berbadan tegap dengan rambut panjang terkesan rapi. Sejenak, ingin kuluapkan segala keingintahuanku padanya. Namun keberanian rupanya belum berpihak kepadaku. Selain itu, alasan aku mengurungkan niat tidak lain tidak bukan adalah untuk menjaga persahabatan kami.
    Disaat menaiki tangga menuju lantai dua dimana kelas kami berada, secara tiba-tiba gadis putih berseri bernama Rachel sudah berada tepat didepan mata. Sejenak aku tertegun dan menghadapkan pandangan ke lantai. “Aku duluan ya, Paul.” Bergegas kuperpanjang langkah menuju kelas dengan perasaan gundah. Selang beberapa menit, kekhawatiranku terbukti. Kata-kata yang tak diharapkan Rachelpun akhirnya terdengar. Ia menangis, kesedihan dan kekecewaan terlihat jelas di wajahnya.
    Di sekolahku yang punya kegemaran berceloteh seperti mendapat jalan buat berkata seenaknya terhadap sahabatku. Tentu saja yang menjadi sumber adalah siswa yang memergoki kejadian tersebut. Kadang celoteh  yang sampai di telingaku begitu tajam sehingga aku hampir tak kuat menerimanya. “Cewek secantik Rachel apa ngga bisa cari cowok yang lebih keren dikit?. Apalagi si Paul, udah sok ganteng, sok laku, jual mahal segala lagi.”

    Ketika aku belum memahami latar belakang sikap Paul, aku sering membujuk. Kenapa kau tidak mengatakan yang sebenarnya saja?. Dia kan cantik, baik, pintar. Apalagi yang kau harapkan?. Janganlah kau buang kesempatan dengan percuma. Hitung-hitung kita juga membahagiakan hati orang lain.
    Karena kata-kataku inilah Paul tersinggung. Raut muka yang biasanya selalu ceria, mendadak berubah seketika. “Jadi, kau seperti anak-anak yang mengatakan aku jual mahal?.”
    Aku menyesal. Tapi tak mengapa karena kemudian ia mengatakan alasan yang sebenarnya mengapa dia tidak mau menerima hati Rachel. Dan alasan itu tidak mungkin kukatakan kepada siapapun, khawatir hanya akan mengundang celoteh yang lebih menyakitkan. Aku tak rela sahabatku mendapat celaan lebih banyak.
    Jadi, aku mengalah dengan keputusan Paul. Rela setiap kali harus membuat alasan untuk membelanya dan rela menerima celoteh anak-anak yang tiada hentinya.
    Ketika Paul sakit, teman-teman satu kelas menjenguk ke rumah sakit. Kami semua tersenyum lega ketika mendengar jawaban dari mulutnya bahwa penyebabnya hanyalah maag kambuhan yang dideritanya.
    Beberapa jam kemudian, teman-teman pulang. Hanya aku yang tersisa sambil mendekat kearahnya. Ingin rasanya kuucapkan sepenggal semangat melalui kata-kata. Sesaat aku membalikkan badan bersiap meninggalkan ruangan tempat sahabatku terbaring lesu. Dengan tanggap Paul segera memegang tanganku erat-erat seolah tak ingin aku keluar dari ruangan tersebut. “Sudahlah, dalam waktu dekat ini kau tidak usah repot-repot merangkaikan kalimat untukku. Dan kau juga bisa segera membuat seseorang itu bahagia.”
    Astaga, tidak pernah sekalipun aku mendengar kata-kata Paul yang mengandung ironi demikian tajam. Sesalku tiada habisnya. Dan malu sebagai seorang sahabat, aku belum bisa memberikan solusi terbaik dalam permasalahannya. Lebih malu lagi karena ucapan Paul tadi adalah kata-kata terakhir yang ditujukan kepadaku.
    Seratus hari sepeninggal sahabatku, aku bersama para sahabat bertahlil didalam rumah penuh duka dan penyesalan. Masih terngiang di telingaku serangkaian kata penuh makna yang terucap satu per satu dari mulutnya. Aku sebal dengan seorang anak yang tiba-tiba mengatakan sesuatu kepadaku. “Janganlah sia-siakan secuil peluang yang ada dalam hidupmu, kawan.”
    Aku memang membenarkannya, tetapi aku merasa perkataan tersebut bermaksud kepada sahabatku. Aku dihantui rasa bersalah. Wajah Paul dan Rachel serasa terpapar didepan wajahku.

    Linglung. Kudengar samar suara anak-anak saling membisikkan nama sahabatku. Tiba-tiba aku nyerocos. “Sahabatku mempunyai pegangan teguh untuk apa yang telah ia perbuat. Selain belum pernah sama sekali merasakan apa yang namanya cinta, dia mempunyai satu alasan yang lebih mulia. Yaitu ingin tetap menjaga kemuliaan dari seorang perempuan.” Aku mengungkapkan sebuah rahasia yang seharusnya tetap kupendam.
    Aku sudah siap menerima celoteh apapun yang akan kudengar karena dulu sempat juga aku berpikir konyol tentang alasan antik tersebut. Aku merasa malu dan menghadapkan pandangan ke lantai. Namun, kenyataannya yang terjadi adalah aku yang hanya tertunduk diam diikuti dengan semua  jamaah tahlil.
    Baru kuketahui penyebab dari meninggalnya Paul adalah penyakit kanker stadium empat yang sudah lama menggerogoti tubuhnya.


    Final liga champions 2005 memang layak kita sebut sebagai final terbaik dalam sejarah liga champion. Pertandingan ini mempertemukan LIVERPOOL dan AC MILAN.
    Pertandingan yg berlangsung di Istanbul, Turki ini mempertemukan pemain-pemain bintang seperti kaka, gerrard, Shevchenko, crespo, maldini, xabi Alonso, dll. Semakin membuat pertandingan ini menjadi seru dan menegangkan.

    PREVIEW PERTANDINGAN

    Starting line-up




    PREVIEW PERTANDINGAN
    Dinding stadion Kemal Ataturk seperti setipis kertas. Dari kamar ganti Liverpool, sorak sorai pemain AC Milan di ruangan yang berbeda begitu jelas terdengar. Semua pemain Liverpool tertunduk lesu. Tak ada yang berani menegakkan kepala. Pada malam final Liga Champions 2004/05 itu, Milan memberikan pukulan telak kepada Liverpool. Milan mampu unggul 3-0 saat jeda. Bek veteran Paolo Maldini membuka keunggulan pada menit pertama pertandingan. Sebelum turun minum, Hernan Crespo menambahnya dengan dua gol. Awal yang sempurna.

    Tak mau disetir kemurungan, Rafael Benitez menghimpun nafas dan berdiri di tengah para pemainnya. Sang manajer sadar, dia hanya punya waktu 15 menit untuk mengembalikan kepercayaan diri tim. Ketika berjalan dari bangku cadangan menuju ruang ganti, benak Benitez dipusingkan mencari-cari kalimat dalam bahasa Inggris yang tepat untuk "menghidupkan" para pemainnya. Kalimat yang kemudian meluncur dari mulutnya sederhana saja.

    "Jangan tundukkan kepala kalian. Kita Liverpool. Kalian bermain untuk Liverpool. Jangan lupakan itu. Kalian harus tetap menegakkan kepala kalian untuk suporter. Kalian harus melakukkannya untuk mereka", serunya.

    "Kalian tak pantas menyebut kalian pemain Liverpool kalau kepala kalian tertunduk. Kalau kita menciptakan beberapa peluang, kita berpeluang bangkit dalam pertandingan ini. Percaya lah kalian mampu melakukannya. Berikan kesempatan buat kalian sendiri untuk keluar sebagai pahlawan."

    Sebelum tim keluar kamar ganti, Rafa menyusun skema formasi baru di papan tulis. Untuk menghambat Kaka, Rafa meminta Dietmar Hamann bersiap tampil menggantikan Djimi Traore. Namun, ketika diberitahu Steve Finnan mengalami cedera, Benitez memanggil kembali Traore yang sudah mencopot sepatu dan berjalan ke kamar mandi. Keputusan terakhir, Finnan keluar, Hamann masuk.

    Rafa sadar, tak ada lagi ruginya mengorbankan seorang pemain bertahan. Liverpool bermain dengan tiga pemain belakang dan kapten Steven Gerrard didorong lebih ke depan. Liverpool memang harus bangkit, sekarang atau tidak sama sekali.

    Inilah lima belas menit yang menentukan. Lima belas menit yang mengubah segalanya. Babak kedua menjadi milik Liverpool. Sembilan menit berjalan, Liverpool menyulut sumbu ledak stadion. Dalam rentang enam menit berikutnya, Liverpool ganti mengendalikan situasi. Steven Gerrard memberikan gol inspirasional lewat sundulan kepala menyongsong umpan John Arne Riise. Tak lama berselang, tendangan keras jarak jauh Vladimir Smicer tak dapat ditahan Dida. Belum lagi Milan menata diri, pada menit ke-60, Gerrard dijatuhkan di kotak penalti oleh Gennaro Gattuso. Penalti! Awalnya, eksekusi Xabi Alonso sempat ditahan Dida, tapi bola muntah langsung disambar Alonso.

    Cerita belum selesai. Kedudukan 3-3 bertahan hingga 90 menit. Pertandingan diperpanjang hingga 30 menit, tapi tetap tak bisa menentukan pemenang. Juara Liga Champions musim itu pun harus diselesaikan melalui babak adu penalti.


    Sebelum "babak perjudian" itu dimulai, Jamie Carragher datang menghampiri kiper Jerzy Dudek. Carra menyarankan Dudek agar melakukan "sesuatu" untuk mengacaukan konsentrasi pemain Milan. Dudek langsung teringat rekaman video yang pernah disaksikannya. Kaki spaghetti! Saat adu penalti final Piala Champions 1984 melawan AS Roma, pendahulu Dudek, Bruce Grobbelaar, memelintir-melintir kakinya. Entah memang berpengaruh atau tidak, Grobbelaar berhasil membawa Liverpool menang dan merebut Piala Champions.

    Trik yang sama dipakai Dudek ketika Andriy Shevchenko bertugas sebagai eksekutor terakhir Milan. Terbukti, trik kuno itu berhasil. Eksekusi Sheva mengarah ke tengah gawang dan dengan sebelah tangan, Dudek menahannya. Liverpool pun merajai Eropa! Jerih payah fans Liverpool yang terus menggemuruhkan dukungan untuk klub kesayangan mereka terbayar sudah!

    Mukjizat di Istanbul ini kemudian diabadikan dalam film Fifteen Minutes That Shook The World. Betapa tidak, final Liga Champions musim itu sangat dramatis dan membuktikan segalanya mungkin terjadi di lapangan sepakbola.

    Pascafinal Istanbul, hidup tak lagi sama. Tapi, hidup juga berjalan terus. Satu per satu figur pemain heroik, seperti Harry Kewell, Milan Baros, Djibril Cisse, Luis Garcia, Dudek, dan Smicer meninggalkan Anfield dan melanjutkan karir di klub baru.

    Sebagian tetap tinggal, terutama Gerrard. Sang kapten sempat disebut-sebut akan hijrah ke Chelsea musim panas 2005 itu. Tapi, Istanbul mengubah segalanya.

    "Bagaimana mungkin saya pindah setelah mengalami final seperti ini?" ujar Gerrard.

    Arak-arakan bus dengan atap terbuka dan kerumunan satu juta orang, 300 ribu di antaranya memadati St George's Hall, suatu hari di Mei 2005, pasti takkan pernah dilupakan Liverpudlian sepanjang masa.

     
    PERTANDINGAN YANG DI FILM KAN



    Untuk mengenang drama menakjubkan tersebut, sebuah film telah selesai digarap dan akan segera direlease di pasar bulan Oktober nanti. "Will", demikian judul film yang wajib ditonton tak hanya oleh Liverpludian, dibintangi Bob Hoskins (Who Framed Roger Rabbit), Damian Lewis, Perry Eggleton hingga para pemain serta legenda The Reds. Steven Gerrard, Jamie Carragher serta Kenny Dalglish akan tampil dalam film yang disutradarai Ellen Perry ini.
    Kepada Liverpoolecho, Perry menyatakan sangat bersemangat menggarap film penuh aroma 'semangat' ini.





    SEKIAN
    YOU'LL NEVER WALK ALONE - REDS 
    rss
    rss


    Copyright © 2010 ANDIKA DHARMA All rights reserved.Powered by Blogger.